Suratkabar.co.id – Telah terjadi dugaan perubahan kepengurusan secara ilegal pada tubuh paguyuban PTIB (Perkumpulan Trader Indonesia Bersatu) pada tanggal 12 April 2025. Perubahan ini dilakukan tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan para korban, yang justru merupakan pemilik sah atas suara dalam paguyuban tersebut.
Sebelumnya, hasil keputusan resmi yang melibatkan mayoritas suara korban telah menetapkan Leo Chandra sebagai Ketua PTIB. Oleh karena itu, tindakan sepihak dalam mengganti kepengurusan tanpa proses musyawarah yang sah tidak hanya melanggar norma demokratis internal organisasi atau perkumpulan, tetapi juga berpotensi melanggar hukum yang berlaku.
“Saya baru mengetahui adanya perubahan struktur kepengurusan PTIB. Perubahan dilakukan pada tanggal 12 April 2025 dan dilakukan secara sepihak tanpa diketahui oleh anggota dan tanpa adanya rapat anggota. Per tanggal 12 April 2025 kepengurusan berubah ke maru nazara dkk” Ungkap Leo Chandra Ketua Sah PTIB.
Tinjauan Hukum: Cacat Formil dan Potensi Pidana
Secara hukum, perubahan kepengurusan dalam sebuah organisasi atau perkumpulan harus dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi tersebut, seperti Rapat Umum Anggota (RUA) atau Musyawarah Nasional (Munas). Jika mekanisme ini diabaikan, maka perubahan tersebut dapat dinyatakan cacat hukum dan batal demi hukum.
Lebih lanjut, apabila dalam proses penggantian kepengurusan terdapat dugaan pemalsuan dokumen, manipulasi data, atau penyalahgunaan wewenang, maka pelaku dapat dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat, serta Pasal 55 dan 56 KUHP apabila dilakukan secara bersama-sama atau memberi bantuan dalam tindak pidana.
Para korban dan pihak yang merasa dirugikan tengah berkonsultasi dengan kuasa hukum untuk mengambil langkah-langkah hukum yang diperlukan, termasuk pelaporan ke pihak berwenang dan permintaan pembatalan perubahan kepengurusan ke Kementerian Hukum dan HAM jika telah didaftarkan secara tidak sah.
Tindakan ini dinilai tidak hanya menciderai prinsip keadilan bagi para korban, namun juga berpotensi sebagai bentuk pengambilalihan organisasi secara tidak sah demi kepentingan kelompok tertentu.