Suratkabar.co.id – Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah menyatakan bahwa Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak memiliki alokasi anggaran pendapatan dan negara belanja (APBN) untuk membayar utang sebesar Rp344 miliar ke Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) terkait pengadaan minyak goreng. Menurutnya, utang tersebut seharusnya dibayar oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Selisih harga minyak goreng atau rafaksi yang muncul dalam program satu harga pada tahun 2022 belum dibayar hingga saat ini.
Zulkifli menyatakan bahwa BPDPKS sebenarnya ingin membayar utang tersebut, tetapi masih menunggu payung hukum yang pasti. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 Tahun 2022 yang mengatur rafaksi minyak goreng telah dihapus. Kemendag sedang meminta pendapat dari Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait hal ini, tetapi hingga saat ini Kejagung belum memberikan pendapat hukum.
Aprindo mengancam akan menghentikan penjualan minyak goreng di seluruh ritel anggotanya jika pemerintah tidak segera membayar utang sebesar Rp344 miliar. Menurut Roy, seharusnya pemerintah membayar utang selisih harga tersebut 17 hari setelah program satu harga berlangsung. Namun, setahun berlalu utang tersebut belum dibayar.
Program harga minyak satu diluncurkan pemerintah pada awal 2022. Aturan tersebut mengharuskan pengusaha menjual minyak goreng kemasan premium seharga Rp14 ribu per liter, untuk mengatasi harga minyak goreng yang liar di pasar pada awal tahun lalu. Aprindo tidak memiliki pilihan lain kecuali mengikuti regulasi ini, karena aturan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 3 tahun 2022.
Aprindo dan pemerintah masih harus menyelesaikan masalah ini, dan Kemendag sedang mencari solusi dengan meminta pendapat dari Kejagung.